Sejak zaman arsitektur modern, dikotomi antara forma dan fungsi telah menjadi perdebatan abadi: apakah estetika (bentuk) harus mengikuti kegunaan (fungsi)? Dalam konteks desain UX/UI, pertanyaan ini dijawab tegas oleh pakar seperti Neil Robinson, yang melihat desain yang sukses sebagai titik temu harmonis antara keindahan visual dan utilitas tak tertandingi. Baginya, desain harus menciptakan pengalaman berarti yang tidak hanya memuaskan mata tetapi juga sangat mudah dan intuitif digunakan. Untuk mencapai titik keseimbangan ini, Neil Robinson menggarisbawahi 5 Prinsip inti yang harus dipegang oleh setiap desainer produk digital.
Prinsip Pertama: Fungsi Selalu Mendahului Forma, Tetapi Forma Harus Melayani Fungsi. Prinsip ini adalah landasan filosofi Neil Robinson. Desain harus pertama-tama menyelesaikan masalah pengguna dengan cara yang paling efisien. Sebuah antarmuka bisa terlihat cantik, tetapi jika pengguna tidak dapat menyelesaikan tugas yang dimaksudkan, desain tersebut gagal. Fungsi, seperti navigasi yang jelas dan load time yang cepat, adalah tulangnya. Setelah fungsi terjamin, forma harus digunakan untuk meningkatkan dan memperkuat fungsi tersebut—misalnya, menggunakan kontras warna yang tepat (forma) untuk menyoroti tombol tindakan krusial (fungsi). Desain yang baik adalah desain yang menghilang di mata pengguna, menyisakan fokus pada tugas.
Prinsip Kedua: Kejelasan (Clarity) adalah Prioritas Utama untuk Menciptakan Pengalaman Berarti. Pengguna tidak boleh dipaksa berpikir. Setiap elemen antarmuka, mulai dari label, ikon, hingga hierarki visual, harus menyampaikan maknanya secara instan. Desain yang stylish namun ambigu akan segera menghasilkan frustrasi. Neil Robinson mendorong desainer untuk menggunakan konvensi yang sudah dikenal pengguna (established convention), alih-alih mencoba menemukan kembali roda. Kejelasan adalah kunci untuk meminimalkan beban kognitif, yang pada gilirannya menciptakan pengalaman berarti karena pengguna merasa cerdas dan efisien.
Prinsip Ketiga: Konsistensi dalam Bentuk dan Perilaku (Forma dan Fungsi). Dalam sebuah ekosistem produk digital, konsistensi adalah kunci keakraban. Tombol yang berfungsi sebagai navigasi utama harus selalu terlihat dan berperilaku sama di semua halaman. Teks bantuan harus muncul dengan cara yang sama. Inkonsistensi, baik dalam forma (gaya visual) maupun fungsi (interaksi), memaksa pengguna untuk belajar lagi dan lagi. Hal ini merusak sense of predictability yang dibutuhkan pengguna untuk menciptakan pengalaman berarti. Konsistensi yang ketat juga mempercepat proses pengembangan dan pemeliharaan produk.
Prinsip Keempat: Fokus pada Usability (Kegunaan) dan Aksesibilitas Jangka Panjang. Bagi Neil Robinson, usability tidak cukup; desain juga harus accessible bagi semua orang, termasuk pengguna dengan keterbatasan. Aksesibilitas (accessibility) adalah bentuk fungsi tertinggi dan aspek penting untuk menciptakan pengalaman berarti secara inklusif. Hal ini mencakup memastikan kontras warna yang cukup (aspek forma), label yang jelas untuk pembaca layar (screen reader), dan navigasi yang mungkin dilakukan tanpa mouse. Desain yang mengabaikan aksesibilitas tidak hanya mengecualikan sebagian besar pengguna, tetapi juga merupakan bentuk fungsi yang cacat.
